Oleh Agustianto
01 September 2008
Sumber niriah.com
& ijin dari penulis Ust Agustianto
Pendahuluan
Puasa bertujuan mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada Allah Swt. Orang yang bertaqwa bukan hanya mereka yang rajin shalat, membayar zakat dan haji, tetapi juga mereka yang meninggalkan perbuatan tercela dan perilaku yang diharamkan Allah Swt.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, "Yang bertaqwa kepada Allah itu, bukan seorang yang hanya melakukan puasa di siang hari dan menegakkan qiyamul Lail di malam hari, serta rajin beribadah di antara kedua waktu tersebut, melainkan meninggalkan apa yang diharamkan Allah dan melaksanakan apa yang diwajibkannya".
Dengan demikian, ibadah puasa sebenarnya tidak saja menahan diri dari makan, minum dan hubungan seks (jima'), tetapi juga dari segala perilaku yang tercela dan terlarang dalam agama.
Selama bulan Ramadhan, perilaku yang halal saja ada yang dilarang dilakukan, seperti makan, minum dan berhubungan seksual suami-istri, apalagi perilaku yang haran dam syubhat, jelas semakin dilarang dan harus ditinggalkan.
Dengan demikian, seorang yang benar-benar berpuasa, akan berusaha meninggalkan segala yang diharamkan, seperti judi, korupsi, menerima suap, berbohong, menggunjing/ghibah, mubazzir dan termasuk memakan dan mempraktekkan riba (bunga).
Puasa bukan saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah, tetapi juga agar semakin bagus akhlak kita, termasuk akhlak dalam muamalah. Akhlak dalam muamalah mengajarkan agar kita dalam kegiatan bisnis menghindari bisnis batil, seperti, judi, gharar (penipuan) dan riba serta perilaku tercela lainnya seperti dusta dan manipulasi. Menurut Ibnu Arabi, dalam Tafsir Ahkamnya, setidaknya ada 56 jenis bisnis batil yang wajib dihindari. Orang-orang yang berpuasa diwajibkan meninggalkan segala macam bisnis batil tersebut.
Bagaimana mungkin Allah menerima puasanya, sementara dia tetap menjalankan bisnis yang batil. Untuk terhindar dari bisnis batil, maka pelajarilah ekonomi Islam dengan baik, mana bisnis yang batil dan bisnis yang syariah.?
Jadi kesimpulannya, implikasi puasa tidak saja berdimensi ibadah spiritual, tetapi juga? mengajarkan akhlak horizontal (muamalah), khususnya dalam bidang bisnis. Sangat aneh, bila ada orang yang berpuasa dengan penuh ketaatan, tetapi melanggar ajaran-ajaran Allah tentang muamalah, seperti masih mempraktekkan riba (bunga), spekulasi mata uang, gharar, MLM berkedok money game, judi dsb.
Meninggalkan Riba
Menurut Prof.Dr.Yusuf Qardhawi, Muhammad Ali Ash-Shobuni dan Prof.Dr.M.Akram Khan, di zaman modern ini, seluruh pakar ekonomi Islam di dunia sejak tahun 1976 telah sepakat (ijma) menyatakan bahwa bunga yang banyak dipraktekkan saat ini termasuk kepada riba. Sedikitpun hal itu tidak diragukan. Demikian pula Majlis Ulama Indonesia melalui Dewan Syari'ah Nasional sejak April tahun 2000 yang lalu telah mengeluarka fatwa yang tegas tentang keharaman bunga (interest) . Selanjutnya diekspos secara luas kepada uammat pada akhir Desember 2003. Dulu ada pendapat bunga bank boleh dengan alasan darurat. Sekarang alasan darurat telah hilang, sebab bank tanpa bunga telah hadir di hadapan kita.
Saat ini, di tengah ummat Islam telah banyak berdiri lembaga-lembaga keuangan dan bank-bank syari'ah yang berlandaska syari'ah Islam. Maka menjadi kewajiban bagi ummat Islam untuk mengamalkan ajaran syari'ah Islam itu dan meninggalkan riba yang di haramkan.
Saat ini, di tengah ummat Islam telah banyak berdiri lembaga-lembaga keuangan dan bank-bank syari'ah yang berlandaska syari'ah Islam. Maka menjadi kewajiban bagi ummat Islam untuk mengamalkan ajaran syari'ah Islam itu dan meninggalkan riba yang di haramkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar